Sunday, September 11, 2016

D-O

Pagi tadi di ruang kepala sekolah.
Gaduh.
Yang ku dengar hanya nada tinggi seorang bapak.
Mengemis.

Aku keluar dari ruang ku.
Seorang ibu yang tak ku kenal wajahnya, berdiri.
Ketika berkata, ucapannya pun sama dengan si bapak.
Mengemis.

Ku edar pandangan ku luas.
Menyetubuhi setiap lekuk ruang persegi itu.
Melihat seorang bocah berseragam putih abu-abu.
Jongkok di sudut ruang.
Diam.

Ou....
Bocah itu?
Aku tahu.

Dia yang lupa makan lupa sekolah.
Doyan nge-game di warnet sebelah.

Ou....
Bocah itu?
Aku tahu.

Si Psikopat.
Di mulutnya terjejal waktu yang membangkai.
Selalu kentut bila dinasehati.

Kepala sekolah tegas.
Sekolah punya peraturan.
Tak taati peraturan?
Keluarkan!

Tugu peringatan bagi murid lain.
Sekolah bukan toko kelontong.
Yang semua bisa ditawar.
Sekolah bukan penjara para koruptor!
Ada uang lalu maafkan.

Si bapak dan si ibu diam.
Berjalan gontai lewati gerbang.
Ucapkan salam perpisahan pada cita-cita.
Memandang cemas ke depan.

"Sampai kapan hidup kami terkurung pada petak-petak kemiskinan?"

"Sedang anak kami yang menjadi ladang pengharapan,
Malah di keluarkan dari sekolahan.
Sedang anak kami yang menjadi penyambung mimpi-mimpi,
Malah asik mabuk di meja judi!"

Selamat, bocah.
Hari ini kau berhasil melumuri wajah orang tua mu dengan kotoran.

Selamat, bocah.
Seperti inikah cara mu menyapu keringat mereka berdua?

Selamat, bocah.
Semoga masa depan mu bukanlah deretan komplek pekuburan.



Jakarta, 9 September 2016
Penulis : Andria Tama (Crb Komandan Kodok)